
Bidang –
Dua gereja di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat (Sumbar) dianggap sebagai simbol toleransi masyarakat Minangkabau. Kedua gereja tersebut terletak di Pasar Lama.
“Ada dua gereja di Pasar Usang, Gereja BKNP dan Gereja Katolik Kristus Bangkit. Kedua gereja tersebut tidak berada di tengah kota, melainkan di pedesaan atau desa,” kata Dekan Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama. UIN Imam Bonjol Padang, Andri Ashadi, Selasa (13/12/2022).
Andri mengatakan, tumbuhnya dua gereja di lokasi itu karena asimilasi, silaturahmi dan dialog antara masyarakat Nias sebagai pendatang dengan masyarakat Minangkabau yang tinggal di sekitar Pasar Usang.
“Jadi mereka mengalami akulturasi di sana, sampai satu desa punya dua gereja. Kalian bisa nonton kalau nggak percaya,” ujarnya.
Andri menjelaskan bahwa dialog yang terjadi dalam pendirian gereja ini merupakan suatu keistimewaan. Jika melihat gereja-gereja lain di Kota Padang, kata Andri, mereka tidak didirikan berdasarkan dialog masyarakat melainkan warisan dari Belanda.
“Kebanyakan gereja di Sumbar merupakan hasil peninggalan Belanda, bukan dibangun oleh komunitas atau etnis tertentu,” ujarnya.
Selain masalah memiliki gereja, kata Andri, kesederhanaan yang terjadi pada masyarakat Minangkabau adalah banyaknya kampung etnik lain di wilayah Minangkabau.
“Di Padang sendiri banyak, ada kampung India, Tionghoa, Nias dan Mentawai. Dan sejauh ini tidak ada masalah,” terangnya.
Istana Baso Pagaruyung yang dulunya merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Minangkabau. Keraton ini terletak di Kabupaten Tanah Datar. Spesial
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sumbar, Profesor Duski Samad mengatakan, moderasi beragama sudah ada meski banyak yang melihatnya sebagai intoleransi.
“Orang Minangkabau sangat toleran. Saya lahir di Kota Padang dan sudah terbiasa hidup berdampingan dengan masyarakat etnis lain,” jelasnya.
Selain itu, ada istilah dari masyarakat Minangkabau yang berbunyi duduak surang basampik-sampik, duduak basamo Balapg-lane.
“Maksud peribahasa di atas adalah kalau sendiri itu sempit, tapi kalau beragam itu luas,” jelasnya.
Kemudian, bukti bahwa masyarakat menerima keragaman tersebut adalah banyaknya suku bangsa lain yang tinggal di Kota Padang.
“Ada kampung Nias, kampung Tionghoa, dan kampung Jawa. Itu contoh bagaimana masyarakat Kota Padang menerima adanya keragaman dalam kehidupannya,” ujarnya.
Selain itu, keberadaan rumah ibadah pemeluk agama lain juga merupakan wujud keragaman dan kesederhanaan beragama yang selama ini diterapkan oleh masyarakat Minangkabau.
Simak Video “3 Pria Dipukuli Kepala SMP PGAI Padang Ditilang Polisi”
[Gambas:Video 20detik]
(afb/bpa)