
Jakarta, CNBC Indonesia – “Aku merasa seperti menangis!”
Paman Raul mengenang kisah awal bangunan perintis bekas galian tambang pasir yang berupa tambak ikan mati di Bilebante, Kecamatan Pringgarata, Lombok Tengah. Ia dicemooh masyarakat karena ia bersama warga lain yang tergabung dalam Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) mencetuskan ide ‘gila’ untuk mengubah segalanya menjadi kawasan bernilai tambah sebagai tempat wisata sejak 2010.
Pria bernama asli Pahrul Azim ini kini menjabat sebagai Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Wisata Bilebante, kini buah perjuangannya selama 10 tahun lebih dan 150 anggota telah membuahkan hasil. Kampung Bilebante kini digambarkan sebagai desa wisata hijau yang melayani berbagai destinasi wisata seperti Bike Tour, Kuliner Khas Bilebante (Ayam Merangkat), Rumah Homestay Penduduk, Kebun Herbal, Fitness SPA, Kelas Memasak, Bilebante ATV Tour, Pasar Nelayan, Sungai Larangan, dan Rapat Eksternal.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Raul mengatakan untuk mencapai level saat ini tidaklah mudah, ia harus merangkul seluruh warga dan perangkat desa untuk berbagi visi bahwa desanya memiliki potensi. Ia harus menyewa ribuan meter lahan pemukiman untuk mendukung lokasi tujuan wisata tersebut. Raul pun mengajak warga lainnya untuk berinvestasi dengan menyediakan persewaan sepeda kepada pengunjung, pendapatannya bisa dibagi.
Namun, kata dia, kunci pengembangan desa wisata adalah sumber daya manusia, terutama dalam urusan pengelolaan pariwisata, keuangan, bahkan pemasaran digital. Titik balik terjadi pada tahun 2021, ketika Kampung Bilebante berhasil meraih juara II lomba desa wisata yang diselenggarakan oleh Bank BCA.
“Desa kita yang hanya sawah dan bekas tambang bisa menang. Apa kuncinya? Kita menawarkan pengelolaan desa wisata yang berkelanjutan, dimana banyak warga yang terlibat,” ujarnya kepada CNBC Indonesia, Senin (28/11/22).
Hal lain yang tidak kalah pentingnya selain sumber daya manusia adalah pengelolaan keuangan yang sangat membutuhkan pengelolaan yang baik, agar tidak terjadi perselisihan pendapatan atau pendapatan dengan anggota kelompok dan perangkat desa. Masalah modal, dilakukan secara mandiri dengan anggotanya.
“Soal pendapatan, saat ada MotoGP tahun lalu, dalam 1 minggu kami mendapat Rp. 200 juta, dari paket wisata yang kami tawarkan,” ujarnya.
Pembinaan dari BCA
Pada Senin 28 November 2022, Executive Vice President Corporate Communications & Social Responsibility BCA Hera F Haryn, Senior Vice President Corporate Communications BCA Susanti Nurmalawati, dan Kepala KCU BCA Cakranegara Indrawanto Sahama mengunjungi Desa Wisata Bilebante, Kecamatan Pringgarata, Lombok Tengah Lombok.
Desa Wisata Bilebante merupakan desa binaan BCA yang memberdayakan 60 tenaga kerja dari warga desa yang mayoritas adalah pekerja perempuan dan pemuda.
Foto: CNBC Indonesia/ Suhendra
BCA
Desa wisata Bilebante semakin menjadi destinasi baru bagi wisatawan domestik maupun mancanegara, setelah meraih juara II Kategori Alam di BCA Tourism Village Awards pada akhir tahun lalu. Desa ini memiliki keunikan dan keunggulan dari segi alam.
Selain itu, desa ini menawarkan sekitar 17 produk kuliner UKM yang terdiri dari ayam jajanan, bakso rumput laut, aneka olahan keripik, plecing, dan lain sebagainya. Seperti diketahui, pendapatan rata-rata ibu-ibu UMKM Desa Wisata Bilebante tercatat sebesar Rp4 juta per bulan sehingga mampu menjadi salah satu penggerak ekonomi masyarakat desa setempat.
Hera mengungkapkan, dukungan perseroan terhadap pengembangan potensi wisata melalui destinasi desa wisata di Tanah Air terus berlanjut dalam berbagai kegiatan bantuan. Seperti di Desa Wisata Bilebante, BCA menyediakan berbagai program pelatihan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat sekitar pengelola desa wisata tersebut. Hal ini dilakukan untuk memastikan desa wisata yang rentan terus meningkatkan kapasitas dan kemampuannya menjadi destinasi yang dapat terus memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat setempat dan kawasan secara berkelanjutan.
“Kami telah melihat sendiri dampak dari dukungan yang diberikan perusahaan terhadap desa wisata di Bilebante. Seperti 12 desa binaan BCA lainnya, dampak langsung dari bantuan yang kami berikan adalah memastikan pengelolaan desa wisata yang berdaya saing dan berkelanjutan. ,” kata Hera.
Ketua UMKM Bilebante Zaenab mengatakan, cikal bakal lahirnya desa wisata Bilebante justru muncul dari para ibu-ibu yang mengembangkan produk UMKM. Ibu-ibu Bilebante pada awalnya tidak produktif, biasanya hanya menjadi ibu rumah tangga ketika suaminya merantau ke luar negeri sebagai TKA.
“Dulu Bilebante adalah desa pertambangan. Saya dianggap gila ketika meminta perempuan untuk memproduksi berbagai makanan,” kata Zaenab.
Foto: CNBC Indonesia/ Suhendra
BCA
Sementara itu, Kepala Desa Bilebante, Rakyatuliwauddin mengatakan, dukungan desa diberikan kepada Pokdarwis dan ibu-ibu yang tergabung dalam penggiat usaha UKM. Ia juga mengatakan, semua yang dilakukan adalah swadaya masyarakat tanpa ada campur tangan dari dana desa. Ia juga tidak mengejar pendapatan asli desa dari keberadaan desa wisata ini karena semuanya masih dalam proses pembangunan.
“Memang desa ini berpenghasilan Rp. 5 juta setahun, tapi kita akan fokus dulu mengembangkan desa wisata ini,” ujarnya.
Ia juga menegaskan, jika ada yang berinisiatif membangun desa wisata, perlu segera dilakukan, karena soal status desa wisata akan mengikuti dari bupati. Selain itu, pengembangan naratif dalam pemasaran desa wisata sangat penting, untuk menarik minat tamu berkunjung.
[Gambas:Video CNBC]
(hai/hai)