
Medan –
Gordang Sambilan merupakan alat musik tradisional salah satu suku bangsa yang berasal dari Sumatera Utara yaitu Mandailing. Gordang Sambilan merupakan alat musik keramat bagi masyarakat Mandailing.
Mayoritas masyarakat Mandailing kini menganut agama Islam. Sebelum mengenal agama Islam, masyarakat Mandailing menggunakan Gordang Sambilan sebagai media untuk meminta pertolongan kepada arwah leluhurnya.
“Gordang Sambilan sebelum mengenal agama Islam diketahui memiliki fungsi untuk memanggil arwah leluhur ketika dibutuhkan bantuannya bagi masyarakat Batak Mandailing,” demikian keterangan dalam laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan. , dilansir detikSumut, Minggu (9/10/2022).
Upacara pemanggilan arwah disebut Paturuan Sibaso. Yang memiliki arti memanggil arwah para leluhur agar memiliki perantara (Sibaso). Upacara Paturuan Sibaso dilakukan untuk meminta pertolongan kepada arwah nenek moyang ketika kesulitan menimpa masyarakat Mandailing.
Saat itu, Gordang Sambilan juga pernah menggelar upacara mangido udan (meminta hujan) untuk mengatasi kekeringan yang melanda daerah tersebut. Begitu juga saat musim hujan berlanjut, Gordang Sambilan juga digunakan untuk upacara menghentikan hujan.
Selain itu, Gordang Sambilan juga digunakan untuk upacara perkawinan (Orja Godang Markaroan Boru) dan upacara kematian (Orja Mambulungi). Jika Gordang Sambilan digunakan untuk kepentingan pribadi, maka izin harus diperoleh dari tokoh adat Namora Natoras dan raja sebagai kepala pemerintahan.
Asalkan Anda harus menyembelih minimal satu ekor kerbau jantan dewasa yang sehat. Jika tidak terpenuhi, hanya dua gordang terbesar yang disebut kulit yang dapat digunakan. Selain itu, ada juga benda-benda berukuran besar, seperti bendera adat dan Payung Raranagan.
Selain itu, Gordang Sambilan juga berfungsi sebagai pengiring tarian yang disebut Tari Sarama. Orang yang menari Sarama disebut Panyarama, terkadang mereka dirasuki arwah nenek moyangnya saat menari.
Seperti namanya, Gordang Sambilan memiliki sembilan kendang. Setiap gendang memiliki ukuran yang berbeda-beda, dengan yang terbesar disebut kulit. Ukuran gendang berurutan, dari kecil ke besar, dari kiri ke kanan.
Setiap gendang memiliki nama atau pengucapannya masing-masing, namun namanya tidak sama di setiap daerah di wilayah Mandailing. Nama dari kecil sampai besar adalah: eneng-eneng, udang, paniga, dan kulit.
Selain sembilan kendang yang dipukul dengan tongkat tumpul, ada juga beberapa gong atau gong tambahan. Ogung yang paling besar disebut ogung boru-boru (betina), dan ogung yang lebih kecil disebut ogung jantan. Sedangkan satu ogung yang lebih kecil disebut doal dan tiga ogung terkecil disebut salempong atau mong-mongan.
Alat musik pelengkap lainnya disebut sarune atau saleot, yaitu alat musik tiup yang terbuat dari bambu, sejenis suling. Ada juga sepasang simbal kecil yang sering disebut dengan tali sasayat.
Gordang Sambilan dimainkan oleh beberapa orang, bagi yang menabuh bedug atau petak yang terbesar disebut Parjangat. Biasanya dibutuhkan kemampuan khusus untuk menjadi seorang Parjangat, karena ia harus mampu menguasai dan menentukan langkah Gordang Sambilan.
Simak Video “Peresmian Edy Rahmayadi KPT Parbuluan”
[Gambas:Video 20detik]
(afb/afb)