
Jakarta, CNBC Indonesia – Harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup melemah pada Rabu (7/12/2022), meski investor cenderung khawatir akan terjadi resesi global tahun depan.
Investor cenderung menjual SBN hari ini, terindikasi dari kenaikan imbal hasil seluruh tenor SBN benchmark tersebut.
Menurut data Refinitiv, SBN tenor 20 tahun mengalami kenaikan yield terbesar hari ini, yaitu 7,7 bp menjadi 7,144%.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Sementara itu, SBN dengan tenor 10 tahun yang menjadi acuan SBN di dalam negeri mencatat kenaikan yield terkecil hari ini, yakni naik 1,1 basis poin menjadi 7%.
Yield berlawanan arah dengan harga, sehingga kenaikan yield mengindikasikan pelemahan harga obligasi, begitu pula sebaliknya. Satuan titik dasar perhitungan sama dengan 1/100 dari 1%.
Di dalam negeri, Bank Indonesia (BI) hari ini melaporkan cadangan devisa (cadev) pada November naik US$ 3,8 miliar menjadi US$ 134 miliar. Kenaikan ini merupakan yang terbesar sejak Agustus 2021.
“Kenaikan posisi cadangan devisa pada November 2022 dipengaruhi antara lain oleh penerimaan pajak dan jasa, serta penerimaan devisa migas,” tulis BI dalam keterangan resmi hari ini.
Sebelumnya, cadangan devisa Indonesia yang turun selama 7 bulan berturut-turut digunakan BI untuk melakukan intervensi guna menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
“Kita melakukan intervensi dalam jumlah besar. Cadangan devisa kita turun dari US$139,9 miliar menjadi sekitar US$130,1 miliar,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (21/11/2022). .
Artinya, untuk mengintervensi stabilitas rupiah, BI membelanjakan cadangan devisa US$ 8,8 miliar.
Padahal, jika dilihat sejak mencapai rekor tertinggi sepanjang masa yakni US$ 146,9 miliar pada September lalu, nilainya turun hingga US$ 16,7 miliar.
Selain itu, penerimaan ekspor (DHE) yang tidak ditempatkan di dalam negeri juga menjadi salah satu pemicu berkurangnya cadangan devisa.
Sebagai informasi, neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus selama 30 bulan berturut-turut. Pada periode Januari-Oktober saja, surplus US$ 45 miliar, tapi tidak tercermin dalam cadangan devisa Indonesia.
Sementara dari Amerika Serikat (AS), imbal hasil obligasi pemerintah (US Treasuries) pagi ini cenderung berubah waktu AS, karena investor mengkhawatirkan prospek ekonomi AS dan juga menunggu rilis data ekonomi yang mungkin berdampak pada pusat AS. rencana kebijakan moneter bank (Federal Reserve/The Fed).
Dilansir dari CNBC International, imbal hasil Treasury jangka pendek yang bertenor 2 tahun turun 1 basis poin menjadi 4,35%. Sementara itu, benchmark Treasury yield tenor 10 tahun naik 2,2 basis poin menjadi 3,513%.
Data ekonomi yang dirilis baru-baru ini memberikan gambaran yang beragam bagi perekonomian AS. Angka-angka termasuk indeks manajer pembelian (PMI) manufaktur ISM minggu lalu menunjukkan perlambatan dalam aktivitas ekonomi, sementara data ketenagakerjaan AS baru-baru ini mencerminkan ketahanan.
Hal ini membuat beberapa investor percaya bahwa suku bunga mungkin tinggi untuk sementara waktu atau akan terus dinaikkan oleh Fed dalam upayanya untuk memerangi inflasi yang terus-menerus tinggi.
Setelah empat kali kenaikan suku bunga 75 basis poin, The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunga hanya sebesar 50 basis poin pada pertemuan bulan Desember. Banyak investor khawatir tentang laju kenaikan suku bunga yang mendorong ekonomi AS ke dalam resesi.
Investor juga menunggu serangkaian rilis data ekonomi menjelang pertemuan Fed berikutnya dan akan memindai mereka untuk mencari petunjuk tentang pandangan Fed tentang keadaan ekonomi AS dan keputusan kebijakan moneter di masa depan.
Data tersebut mencakup klaim pengangguran awal minggu lalu yang akan dirilis pada hari Kamis dan data inflasi dari produsen pada hari Jumat minggu ini.
TIM PENELITIAN CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Berikutnya
Investor masih membeli SBN di akhir pekan, imbal hasil kembali turun
(chd/chd)