
Jakarta –
Selama beberapa abad, Kota Timbuktu di negara Mali, Afrika Barat merupakan pusat pengetahuan umum dan agama, serta budaya. Periode ini terjadi pada masa keemasan Islam.
Sejarah Timbuktu sebagai tujuan intelektual dapat dirujuk dari Epos Sundiata. Menurut epos abad ke-13, Pangeran Mandinka dari Kangaba berhasil mempertahankan wilayah tersebut dari Raja Sosso, Sumaoro Kante dan mendirikan kerajaan baru.
Belakangan, setelah Mansa Musa I melakukan aneksasi damai sekembalinya dari Mekkah, Kerajaan Mali menjadi pusat pembelajaran, budaya, dan arsitektur.
Pasar Musiman yang Menjadi Hub Intelektual
Timbuktu awalnya merupakan pos perdagangan musiman yang terbentuk sekitar tahun 1100 Masehi. Tempat ini merupakan pertemuan antara Gurun Sahara dan Delta Niger dan menciptakan lahan subur yang subur.
Ketika Islam masuk ke masyarakat Tuareg sekitar abad ke-8, masyarakat kemudian menyebarkan ajarannya melalui daerah perdagangan seperti Timbuktu.
Dikutip dari History, Mansa Musa I dan ahli warisnya berhasil melakukan sulap Timbuktu mulai dari tempat perdagangan hingga pusat jual beli serta pusat pendidikan. Di era ini, Kerajaan Mali menjadi salah satu aktor paling berpengaruh di zaman keemasan Islam.
Pada abad ke-16, Timbuktu memiliki 150 hingga 180 pusat kajian Alquran atau Maktab. Pemerintah Mali juga membangun banyak masjid tidak hanya untuk pelatihan spiritual, tetapi sebagai pusat studi matematika, hukum, tata bahasa, sejarah, geografi, astronomi, dan astrologi.
Madrasah Ibadah dan Belajar
Masyarakat Tuareg membangun masjid pertama di Timbuktu pada tahun 1100 M, yaitu Masjid Sankore. Namun, Mansa Musa I menggunakan kebijaksanaan tambahan terhadapnya.
Raja mengundang cendekiawan Muslim ke sana. Dia juga membangun Masjid Djinguereber.
Kemudian pada abad ke-15, ketika penguasa asli Tuareg Akil Akamalwa menjadi pemimpin Mali, dia membangun Masjid Agung Sidi Yahya.
Ketiga masjid di atas juga merupakan pusat pendidikan atau madrasah. Hari ini masih berfungsi sebagai Universitas Koran Sankore, perguruan tinggi tertua di Afrika Sub-Sahara.
Saat itu, sekolah dan masjid menjamur Timbuktu. Seperti yang pernah ditulis oleh pustakawan Brent D Singleton, “Di Timbuktu, melek huruf dan buku melampaui nilai ilmiah dan melambangkan kekayaan, kekuasaan, dan berkah.”
Tonton Video “ISIS Luncurkan Serangan Terbaru di Mali”
[Gambas:Video 20detik]
(baik/fase)