
Jakarta, CNBC Indonesia – Husain Djojonegoro masih masuk dalam daftar orang terkaya di Indonesia. Forbes menyebutkan hingga akhir tahun ini, aset Husain mencapai US$ 1,08 miliar atau Rp 16,7 triliun (kurs Rp 15.500/US$).
Husain dan keluarganya saat ini berada di urutan 40 orang terkaya Indonesia, turun dari posisi tahun lalu di urutan 34. Pada 2021, aset Husain mencapai US$ 1,25 miliar atau Rp 19,3 triliun.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Di masa mudanya, pendidikan pria kelahiran 1949 ini terbilang semrawut dan tidak jelas, meski kemudian ia berhasil menamatkan hingga tingkat sekolah menengah atas.
Namun, Husain justru berkembang menjadi sosok yang sukses. Bahkan, dia termasuk orang terkaya di Indonesia.
Kisah perjalanan sukses itu, ia mulai ketika ia baru berusia 15 tahun. Namun, sebelum menapaki bisnis hingga mencapai kesuksesan saat ini, Husain sebenarnya berasal dari keluarga pengusaha.
Ayah Husain adalah Chandra Djojonegoro alias Chu Sam Yak. Ia adalah pelopor perusahaan wine tradisional Cap Orang Tua.
Awalnya, perusahaan keluarganya terkenal dengan merek wine Orang Tua Ginseng. Perusahaan tersebut merupakan salah satu konglomerat ternama di Indonesia yang dimiliki oleh Keluarga Djojonegoro. Saat ini usaha tersebut dipimpin oleh anak Chandra Djojonegoro, yakni dirinya, Hamid dan Pudjiono Djojonegoro.
Usaha orang tua itu lahir dari tangan dingin dua bersaudara, ayah dari Husain Chu Sam Yak atau Chandra Djojonegoro dan Chu Sok Sam. Mereka membuka usaha penjualan minuman anggur kemasan di Medan pada tahun 1948. Kemudian pada tahun 1950, kedua bersaudara ini pergi ke Semarang. Di sana, mereka bertemu dengan Lim Kok Liang, Lim Tong Chai, dan Lim Mia Chuan yang kemudian menjadi mitra bisnis mereka.
Sebuah usaha arak herbal dengan cap merek Orang Tua didirikan melalui NV Handel Maatschappij May Lian & Co di Semarang. Selanjutnya perusahaan ini juga berganti nama menjadi PT Perindustrian Bapak Djenggot yang kemudian menjadi Kumpulan Orang Tua. Bisnis wine Orang Tua berkembang pesat hingga memiliki dua winery di Semarang dan Jakarta.
Dalam usahanya merintis usaha, Chandra dihadapkan pada perilaku anaknya. Karena itu, ia kemudian melatih pria yang juga bernama Chu Kok Seng itu untuk bekerja sebagai salesman di sebuah pabrik sandal. Tak hanya itu, ia juga meminta bantuan Husain untuk menjual arak tradisional yang diproduksi perusahaannya. Usaha Chandra berhasil.
Dalam waktu lima tahun, Chandra yakin anaknya akan memiliki jiwa komersial yang tinggi. Atas dasar itu, ia langsung memberikan kepercayaan kepada Husain dengan mengangkatnya sebagai direktur di PT International Chemical Industrial Co. Ltd yang didirikannya pada tahun 1959.
Perusahaan ini terlibat dalam produksi baterai bermerek ABC. Seiring waktu, Husain mampu memimpin perusahaan untuk tumbuh lebih besar. Pada 1969, misalnya, perusahaan berhasil menambah pabrik kedua di Jakarta dan pada 1982 pabrik ketiga di Surabaya. Secara kolektif, pabrik-pabrik ini memiliki total kapasitas produksi 1,8 miliar per tahun.
Di tengah persaingan dengan Eveready, National, Siaga dan belum banyak perusahaan yang beriklan, di awal kepemimpinannya ia menerapkan strategi tersebut. Dia banyak mengiklankan baterai ABC. Usahanya membuat kinerja penjualan aki ABC menjadi primadona.
Selain strategi periklanan, nyawa masyarakat yang saat itu belum tersentuh listrik juga membuat penjualan aki ABC melambung tinggi. Meski hanya memunculkan penjelasan yang membosankan, ABC mampu menguasai pasar Indonesia.
Berkat nama ABC yang mudah dikenal masyarakat dan tiga pabrik yang dimilikinya, perusahaan berhasil menguasai 60-70% pangsa pasar aki Tanah Air.
Pencapaian ini tak serta merta membuatnya puas. Pada 1973, perusahaan makin agresif dengan mengakuisisi 31 persen saham PT Uni Djaja, produsen kamput di Medan.
Langkah berlanjut. Pada tahun 1974, perusahaannya memperluas cakupan usahanya ke bidang pangan dengan mendirikan CV Central Foods Industrial Corporation atau Central Food.
Pada awal usahanya, perusahaan ini mengembangkan produk kecap unggulan. Memanfaatkan merek ABC yang sudah mendarah daging di benak masyarakat, perusahaan mengembangkan kecap merek ABC dengan varian rasa manis, asin, dan sedang.
Tidak berhenti disitu, perusahaan memperluas produksinya menjadi ABC Syrup, ABC Saus Tomat dan ABC Sambal. Perluasan pangsa pasar ini membuat perusahaan semakin tidak stabil.
Bahkan pada tahun 1980, produk ABC seperti sirup ABC dan sambal mulai menguasai pasar Indonesia. Tak hanya itu, produk ini kemudian diekspor ke Amerika, Kanada, Australia, Singapura, Timor Leste dan beberapa negara lainnya.
Perusahaan juga memperluas pangsa pasarnya ke bisnis sikat dan pasta gigi bermerek Formula. Grup ABC di bawah Husain juga menyediakan produksi dengan merek seperti yang diminta oleh mitra mereka di luar negeri.
Layanan ekspor ini menyumbang hingga 40 persen pendapatan ABC. Sukses disana, liputan bisnis grup bisnis ABC dan Parents terus menyebar kemana-mana.
Pada tahun 1983, perusahaan mendirikan perusahaan yang memproduksi pembalut dengan merek Innosense, Honeysoft dan Modess untuk PT Johnson & Johnson Indonesia. Setelah Chandra Djojonegoro dan Chu Sok Sam meninggal pada akhir 1980-an, bisnis grup bisnis ABC semakin berkembang.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Berikutnya
Ini dia orang Indonesia yang jadi taipan di Singapura!
(mij/mij)