
Medan –
Indonesia telah lama dikenal dengan budaya gotong royong. Budaya gotong royong ini juga tidak terlepas dari etnis Mandailing di Sumatera Utara.
Suku Mandailing yang mendiami bagian selatan Tapanuli memiliki beberapa tradisi dengan semangat gotong royong. Seperti Marsialap Ari, Manyaraya, dan Martoktok.
Berdasarkan buku Budaya Mandailing terbitan Kemendikbud, Ditjen Kebudayaan Pusat Pelestarian Nilai Budaya Aceh mengutip kutipan momen Sumatera, Minggu (20/11/2022), Marsialap Ari sudah menjadi tradisi masyarakat Mandailing sejak lama. Biasanya Marsialap Ari dilakukan saat mulai bekerja di ladang hingga panen.
Berikut Tiga Budaya Mandailing yang Bersemangat Gotong Royong:
1. Marsialap Ari
Masyarakat Mandailing selalu bergantung pada pertanian, padi merupakan tanaman pokok yang akan ditanam oleh masyarakat Mandailing. Mengingat dalam setahun musim tanam padi hanya sekali atau dua kali, maka masyarakat biasanya bercocok tanam di sisa waktu tersebut.
Dalam prosesnya, orang Mandailing biasa melakukannya secara bersama-sama. Masyarakat huta (desa) atau kelompok kecil akan menanam padi secara bergiliran di sawahnya masing-masing. Tradisi ini dikenal dengan nama Marsialap Ari.
Marsialap Ari merupakan bentuk kerjasama yang dapat ditemukan di antara suku Mandailing. Hal ini biasanya dilakukan pada saat pemanenan padi, mulai dari menanam padi hingga memanen. Dalam proses ini, tidak ada gaji yang dibayarkan.
Tradisi Marsialap Ari ini masih dapat ditemui di masyarakat Mandailing hingga saat ini. Meskipun ada yang sudah menerapkan sistem kerja dengan upah harian atau borongan.
2. Manyaya
Manyaraya adalah sebutan untuk masa panen padi, Mangaraya penuh dengan suka cita. Hal ini dikarenakan padi yang ditanam berhasil dan akan dipanen.
Manyaraya juga dilakukan dengan keluarga inti pemilik sawah seperti saudara-saudara pemilik tanah dan sebagainya. Selain itu, biasanya Nauli Bulung atau pemuda dari desa setempat juga ikut serta.
Berbeda dengan Marsialap Ari, Manyaraya tidak memiliki kewajiban untuk mengikuti panen raya di tanah yang bergabung dengan Manyaraya di tanah kami. Karena yang ditekankan dalam Manyaraya adalah semangat kebersamaan dan keinginan meringankan pekerjaan keluarga inti.
Pemilik sawah biasanya sudah menyiapkan peralatan untuk memanen padi, mulai dari sasabi (alat pemotong padi), karung, peralatan marbunbun (penyortiran padi setelah panen dan sebelum memisahkan tangkai dari bijinya). Sebelum mengenal mesin tersebut, masyarakat Mandailing memisahkan bulir padi dari bulir padi secara manual yang disebut mardege (batang padi diinjak pinggirnya hingga lepas dari bulir padi). Tempat mardege ini namanya, Rinti.
Pemilik sawah juga biasanya menyediakan makanan dan minuman bagi setiap orang yang mengikuti Manyaraya di sawahnya. Makanan wajib yang biasa disajikan adalah kolak atau bubur. Kegiatan makan ini disebut markopi.
Baca selengkapnya di halaman berikut…..
Simak Video “Mobil Nyala Saat Isi Bahan Bakar di Mandailing Natal”
[Gambas:Video 20detik]