
Medan –
Masjid Old Gang Bengkok merupakan salah satu masjid bersejarah di kota Medan dan merupakan masjid tertua setelah masjid Al-Osmani.
Masjid ini dibangun pada tahun 1874, dan menjadi saksi bisu perkembangan Islam di kota Medan. Corak dan dekorasi yang menggambarkan representasi dari beberapa kehidupan budaya di Medan menjadi daya tarik utama masjid ini.
Corak dan dekorasi yang terdapat pada masjid tersebut menjadi bukti bahwa kota Medan telah menjadi kota multietnik selama ratusan tahun.
Namanya unik karena terletak di tikungan jalan. Masjid ini terletak di Jalan Masjid No 62 Kesawan, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan.
Pada awalnya masjid ini berupa surau atau langgar dengan bangunan sederhana di depan sebuah gang kecil. Kemudian pada tahun 1887 surau tersebut dibangun menjadi masjid oleh seorang dermawan saudagar Cina yang kaya raya, Tjong A Fie.
Hal inilah yang menggambarkan sekaligus menjelaskan bahwa kota Medan merupakan kota yang multi ras dan menciptakan kerukunan beragama yang tinggi.
Dalam pembangunan masjid tersebut, Tjong A Fie bekerjasama dengan tokoh masyarakat setempat yang dikenal dengan nama Datuk Kesawan yang menyiapkan wakaf atas tanah tersebut.
Masyarakat sekitar masjid menganggap Masjid Gang Bengkok Tua sebagai saksi toleransi antar ras dan agama di kota Medan. Setelah pembangunan selesai, masjid tersebut diserahkan kepada Sultan IX Deli, Makmun Al Rasyid Alamsyah Perkasa.
Masjid yang usianya telah mencapai 135 tahun ini tampak masih berdiri kokoh dengan warna kuning cerah menutupi setiap ornamennya. Saat ini masjid tersebut dikelola oleh Muchlis, generasi keempat Syekh Muhammad Yaqub, penasehat Sultan Makmun.
“Masjid ini unik, karena atapnya tidak seperti kubah, tapi lebih mirip kelenteng Tionghoa,” kata Muchlis, Jumat (5/8/2022).
Tiang-tiang masjid dilapisi dengan warna kuning. Foto: Farid Achyadi Siregar/detiSumut
Muchlis menuturkan, bangunan masjid sebenarnya telah mengalami banyak renovasi, namun arsitektur dan ciri khas masjid ini tidak akan berubah sama sekali.
“Tidak ada perubahan arsitektural, tapi ada beberapa material yang sudah beberapa kali dimodifikasi. Usianya sudah ratusan tahun,” ujarnya.
Wajar jika memasuki bagian depan masjid kita akan langsung melihat atap yang tidak seperti kubah, melainkan berbentuk seperti kelenteng.
Setelah masuk ke bagian interior, kita akan melihat kentalnya arsitektur Melayu dengan paduan warna kuning keemasan yang menutupi tiang-tiang masjid.
Meski sudah berusia 135 tahun, masjid ini tetap menjadi favorit wisatawan domestik maupun mancanegara untuk berkunjung dan beribadah. Bahkan, masjid ini masih aktif melakukan beberapa kegiatan.
“Yang berkunjung ke sini adalah jemaah haji dari dalam dan luar negeri. Kalau bule cenderung melihat dari internetnya, selama bulan Ramadan mereka juga aktif buka puasa bersama dan belajar,” ujarnya.
Pria ini mengatakan, dirinya sangat berharap agar setiap jemaah selalu mendorong masjid ini untuk terus kokoh ke depannya. Dan setiap pengelola harus terus memakmurkan masjid bersejarah tersebut.
Tonton Video “Rasa Sakitnya Disebut Menganggur, Orang Lapangan Tusuk Keponakan”
[Gambas:Video 20detik]
(bpa/bpa)