
Jakarta –
Tidak hanya dikenal sebagai negara lintas benua, Turki memiliki “Bahasa Burung” yang dulu digunakan namun kini hampir punah. Untuk alasan ini, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) menetapkan “Bahasa Burung” Turki dalam Daftar Perlindungan Segera Warisan Budaya Takbenda pada tahun 2017.
Seperti dikutip dari situs Warisan Budaya Takbenda UNESCO, “Bahasa Burung” atau bahasa siulan adalah metode komunikasi yang menggunakan siulan untuk mengungkapkan kata-kata. Bahasa siulan ini banyak ditemukan di kawasan pegunungan terjal dan medan terjal.
Oleh karena itu, mereka menggunakan siulan untuk dapat berkomunikasi meskipun jaraknya jauh. Sayangnya, perkembangan teknologi dan perubahan sosial ekonomi menyebabkan berkurangnya jumlah bahasa siul yang digunakan.
Karena itu, UNSECO menetapkannya sebagai Barang Warisan Budaya yang Membutuhkan Perlindungan Segera. Berikut penjelasan lengkapnya.
Sejarah “Bahasa Burung” Turki.
Dilansir situs BBC, bahasa burung umum digunakan di Desa Kuskoy yang diterjemahkan sebagai “Desa Burung”. Namun 50 tahun yang lalu bahasa ini menyebar ke wilayah Rize, Ordu, Artvin, Bayburt, dan Laut Hitam Timur di Turki.
Daerah ini memiliki medan dan topografi yang menantang dan bergunung-gunung. Untuk itulah Bahasa Burung atau Siulan terbentuk sesuai kebutuhan sehari-hari dalam kondisi geografis yang sulit.
Komunikasi yang digunakan dengan bahasa siulan menghasilkan suara dengan bantuan jari, lidah, gigi, bibir dan pipi. Ragam bunyi yang keluar bersama siulan akan berbeda-beda sesuai dengan maknanya.
Ada berarti “Oke”, “ayo”, “pergi”, “ayo minum teh bersama”, “Apakah Anda ingin bergabung dengan kami besok untuk memanen hazelnut?”, “Saya butuh bantuan dengan kebun teh” dan peringatan untuk SOS semacam itu seperti ” Ada kebakaran hutan !”, “Ada tanah longsor!”.
Penggunaan bahasa ini membuat komunikasi antar warga menjadi lebih mudah dan harmonis. Tak hanya itu, bahasa siulan sudah menjadi bagian dari identitas budaya masyarakat Turki yang tinggal di wilayah tersebut.
Meski telah digunakan selama berabad-abad dalam kehidupan masyarakat, situs UNESCO menjelaskan, bahasa burung pertama kali diketahui pada tahun 1963, ketika sekelompok wartawan datang ke Kampung Kuskoy. Mereka melihat penduduk desa sedang berlatih bersiul.
Sejak itu, “Bahasa Burung” Turki yang unik ini telah menarik perhatian para peneliti dari seluruh dunia. Sayangnya kini, bahasa tersebut terancam punah akibat perkembangan zaman.
Hingga akhirnya pada Maret 2016, Pemerintah Turki menominasikan bahasa tersebut ke dalam Daftar Perlindungan Langsung Warisan Budaya Takbenda UNESCO. Terakhir, pada pertemuan UNESCO di Pulau Jeju, Korea Selatan pada Desember 2017 diputuskan bahwa “Bahasa Burung” dari Turki akan dimasukkan ke dalam daftar.
“Bahasa Burung” yang terancam punah.
Sebelumnya telah disebutkan bahwa “Bahasa Burung” atau siulan terancam punah karena perkembangan zaman.
Ancaman utama dalam hal ini adalah penggunaan ponsel. Minat generasi baru dalam bersiul berkurang secara signifikan. Sedemikian rupa sehingga budaya tersebut berisiko tercabik-cabik dan hilang hingga akhirnya mendapat perhatian.
Sejak UNESCO menetapkan bahasa siulan ini sebagai Warisan Budaya, Bukan Objek yang Perlu Segera Dilindungi, seluruh masyarakat dunia membicarakannya. Pemeliharaan juga dilakukan dengan berbagai cara.
Salah satunya dengan menggelar “Festival Bahasa Bersiul” yang ternyata sudah ada sejak tahun 1997. Pada tahun 2017, peserta festival bertambah menjadi 10.000 orang dari Turki atau mancanegara.
Sayangnya, karena pandemi COVID-19, festival tersebut tidak akan diselenggarakan pada tahun 2020 dan 2021. UNESCO telah menyatakan bahwa festival tersebut akan diadakan pada musim panas tahun 2022, namun belum ada informasi lebih lanjut mengenai hal tersebut.
Langkah selanjutnya adalah pengenalan Bahasa Burung dalam film berjudul “Sibel” yang dirilis pada tahun 2018. Hebatnya lagi, film ini mendapatkan 18 nominasi penghargaan internasional dan memenangkan 12 diantaranya.
Terakhir, ada proyek bernama Kementerian Perindustrian dan Teknologi-Administrasi Pengembangan Proyek Laut Hitam Timur (DOKAP). Proyek ini bertujuan untuk membuat inventarisasi warisan budaya alam, berwujud dan tidak berwujud yang inklusif.
Salah satu acaranya adalah promosi untuk meningkatkan kelayakan siulan dan pengembangan wisata di Kampung Kuskoy. Pada langkah ini, pemerintah telah mendaftarkan 30 anak usia 7-13 tahun untuk mengikuti pelatihan khusus bahasa siulan di Kampung Kuskoy sejak 2017.
Pada tahun 2018 diketahui Pusdiklat telah melatih 99 peserta pelatihan. Namun sayangnya karena pandemi COVID-19 pelatihan ini telah dibatalkan sejak tahun 2020.
Namun, sekarang pemerintah daerah, lembaga terkait dan LSM berencana untuk mengusulkan proyek baru “Proyek pelatihan untuk pelatih utama” sambil memperbarui langkah-langkah perlindungan.
Nah itulah berbagai hal yang bisa detikers ketahui tentang “Bahasa Burung” yang digunakan di Turki. Tertarik untuk mencoba dan mempelajarinya? Semoga bermanfaat!
Tonton Video “Gempa M 5,9 Guncang Turki, 68 Luka”
[Gambas:Video 20detik]
(teman-teman)