
Medan –
Nias merupakan salah satu pulau di Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Selain keindahan alamnya, Pulau Nias juga memiliki beragam tradisi unik.
Salah satu tradisi masyarakat Nias Selatan yang terkenal adalah fahombo batu (lompat batu). Lompat batu ini terutama dilakukan oleh warga Teluk Dalam.
Berdasarkan situs Warisan Budaya Tak Benda Indonesia, tradisi lompat batu ini dilakukan oleh laki-laki. Ketinggian batu yang dilompati sekitar 2 meter dengan ketebalan 40 cm.
“Tradisi lompat batu yang disusun hingga ketinggian 2 meter dan ketebalan 40 cm hanya dilakukan oleh laki-laki,” katanya seperti dikutip situs tersebut. momen SumateraSelasa (20/9/2022
Sejauh ini belum ada catatan yang menjelaskan sejarah tradisi lompat batu ini. Hanya penduduk setempat yang mengatakan, tradisi ini berasal dari zaman dahulu ketika keterampilan lompat batu sangat dibutuhkan oleh suku Nias.
Dulu, setiap desa atau pemukiman dipagari dengan batu sebagai pertahanan. Maka atas dasar itu diperlukan kecerdikan masyarakat pada saat itu untuk masuk atau melarikan diri secara cepat dengan melompati pagar batu.
Anak laki-laki di Nias mulai berlatih lompat batu sejak usia tujuh tahun. Mereka akan melanjutkan lompat pada tali yang digunakan sebagai pengganti batu dengan ketinggian yang disesuaikan dengan usia dan kemampuan anak, dan pada akhir latihan anak akan melompat pada batu asli.
Tidak semua pria berhasil melakukan pawai lompat batu ini, banyak juga yang gagal melakukannya. Masyarakat Nias percaya bahwa laki-laki yang berhasil melaksanakan tradisi lompat batu adalah sosok yang diberkahi oleh leluhur dan pelompat batu yang sudah meninggal.
Bagi laki-laki yang berhasil dalam lomba lompat batu dianggap sudah cukup dewasa untuk melaksanakan hak dan kewajiban sosialnya sebagai orang dewasa. Selain itu, tradisi lompat batu juga terkadang digunakan sebagai ukuran untuk menentukan apakah seorang pria sudah cukup dewasa untuk menikah.
Seorang pria yang berhasil dalam lompat batu dianggap heroik dan bermartabat, tidak hanya untuk pria itu, tetapi juga untuk keluarganya. Jadi biasanya setelah berhasil melakukan lompat batu, keluarga akan melakukan syukuran sederhana dengan menyembelih ayam atau hewan lainnya.
Di masa lalu, orang yang berhasil melompati batu akan disebut sebagai penjaga desa. Ketika ada konflik antara orang-orang di sana, dia harus mempertahankan desanya dari serangan.
Tonton Video “Rasa Sakitnya Disebut Menganggur, Orang Lapangan Tusuk Keponakan”
[Gambas:Video 20detik]
(astj/astj)