
Jakarta –
Belum lama ini, masyarakat dikejutkan dengan ditemukannya satu keluarga di Perumahan Citra Garden Satu Extension, Kalideres, Jakarta, yang meninggal dunia. Penemuan tersebut menimbulkan teka-teki terkait dugaan motif tersebut Mati keluarga berempat.
Hasil forensik menyatakan korban meninggal dalam keadaan perut kosong sehingga diduga meninggal karena kelaparan.
Namun setelah dilakukan penyelidikan, waktu kematian masing-masing korban berbeda. Selain itu, tidak ditemukan racun di tubuh korban.
Kenali Apokaliptik
Menanggapi penyimpangan tersebut, Koordinator Program Studi Kepolisian Universitas Airlangga (Unair), Dr Prawitra Thalib SH MH pun memberikan penjelasan terkait tanggapan tersebut. apokaliptik yang merupakan salah satu dugaan penyebab kematian.
Prawitra mengatakan, apokaliptik adalah paham yang meyakini bahwa dunia ini banyak kejahatan & keburukan dan akan digantikan oleh dunia baru.
“Pengikut kepercayaan ini ingin meninggalkan dunia sebelum kiamat atau munculnya kiamat,” jelasnya seperti dikutip dari laman resmi Unair, Rabu (23/11/2022).
Tumbuh dalam Masyarakat yang Putus Asa
Pakar Unair mengatakan bahwa penganut apokaliptik berspekulasi bahwa akan lebih baik bagi mereka untuk mengakhiri hidup mereka dengan bermartabat sebelum kiamat.
Keterbatasan diri dan keputusasaan terhadap sistem kehidupan yang ada, merupakan salah satu interpretasi pesimisme dari para penganut kepercayaan ini.
“Apokaliptik berkembang dalam masyarakat yang sangat membutuhkan sistem dan berpikir ini adalah hukuman Tuhan, jadi lebih baik mereka menghadap Tuhan sebelum Tuhan memanggil mereka,” kata Prawitra.
Pandangan Apokaliptik tentang Kematian
Selain kelaparan, pengikut apokaliptik menggunakan banyak penyebab kematian. Misalnya dengan menggunakan media berupa racun yang tercampur pada makanan atau minuman yang dikonsumsi.
Prawitra menjelaskan, apokaliptik ada di berbagai negara, baik dari kalangan terpelajar maupun terpelajar.
“Pada dasarnya, mereka berdedikasi untuk melakukan tindakan yang mengakhiri hidup,” jelasnya.
Prawitra mengatakan lagi, pemahaman semacam ini bisa muncul akibat kesalahpahaman ajaran spiritual yang berujung pada kematian dalam keyakinan proses kematian.
Menurutnya, perlu diwaspadai jika ada paham yang mengajarkan mengakhiri hidup sebagai cara mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Diperlukan Pemahaman Rohani
Untuk menghindari pemahaman yang menyimpang tersebut, menurut Prawitra, perlu ditanamkan keyakinan bahwa ajaran agama yang baik tentu tidak membawa kerugian dan/atau korban jiwa bagi diri sendiri maupun orang lain.
“Jika kita menemukan ini dalam ajaran agama, maka kita harus meninggalkannya karena berpotensi mengandung ekstrimisme dan radikalisme,” ujar Prawitra.
Dugaan Kematian Satu Keluarga di Kalideres
Sementara terkait kasus di Kalideres, kata Prawitra, polisi perlu melihat apakah ada hubungan kekeluargaan dengan jaringan komunitas pengikut sekte lain, atau memang keluarga tersebut sudah mulai membuat sekte baru.
Sehingga bisa diketahui dengan jelas penyebab kematian yang diduga kuat adalah seorang pengikut apokaliptik.
“Dengan bukti-bukti baru, menemukan berbagai buku bacaan untuk berbagai agama bisa menjadi fase di mana mereka mencoba mencari melalui membaca buku dan mereka tidak menemukan agama yang sempurna. Keputusasaan ini dapat mempengaruhi mereka untuk memeluk apokaliptisisme,” ujar Prawitra.
Hingga saat ini, kasus yang keluar di Kalideres masih menimbulkan banyak pertanyaan karena tidak ada tanda-tanda kejahatan, kekerasan, perusakan harta benda, maupun kerugian harta benda. Jadi tidak ada alasan kuat untuk mencurigai pembunuhan.
“Dibutuhkan investigasi yang solid untuk mengetahui penyebabnya Mati keluarga,” pungkas pakar Ilmu Kepolisian Universitas Airlangga itu.
Tonton Video “Tetangga Sebut Keluarganya Meninggal ‘Kering’ Punya Perlengkapan Bayi”
[Gambas:Video 20detik]
(fase)